
Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Ambon, Lucky Leonard Upulatu Nikijuluw.
AMBON, BeritaAktual.co – Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Ambon, Lucky Leonard Upulatu Nikijuluw meminta pemerintah pusat (pempus), untuk mengevaluasi dan meninjau kembali pemotongan Transfer Keuangan Daerah (TKD) ke kabupaten/kota.
“Tujuannya adalah, agar pemotongan tidak berdampak fatal bagi masyarakat di Kota Ambon, dan menimbulkan multi efek yang merugikan,” tegas Upulatu kepada media ini, di Ambon, Rabu (12/11/2025).
TKD adalah dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang disalurkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, untuk mendanai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
Menurutnya, pemotongan TKD ini dimulai dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 01 Tahun 2005 tentang efisiensi. Hal ini menyebabkan, transfer ke daerah dipotong, hingga lahir Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 29 Tahun 2005 tentang Penyesuaian Rincian Alokasi TKD, yang berujung pada pengurangan Dana Alokasi Umum (DAU).
Kota Ambon, kata Upulatu, mengalami pemotongan DAU sekitar Rp 163 miliar. Untuk itu, pemerintah pusat harus segera melakukan intervensi sebelum pembahasan APBD tahun 2026,melalui pedoman penyusunan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 15 tahun 2024.
“Hal Yang sangat miris sekali adalah, Pemkot Ambon pasti akan membatasi pagu-pagu anggaran bagi masing-masing OPD. Untuk itu intervensi pempus sangat penting, untuk mengatasi kondisi dan realitas yang dirasakan oleh pemerintah kabupaten/kota,” ujar dia.
Dia menyebut, pemotongan TKD akan berimbas pada pengurangan Tunjangan Tambahan Penghasilan (TTP) ASN, yang awalnya 100 persen, menjadi 50 persen pada tahun 2026. Misalnya, jika TTP sebelumnya sebesar Rp 72 miliar, bisa menjadi Rp 36 miliar pada tahun 2026.
Bukan saja itu, pemotongan TKD juga sangat terdampak untuk pembangunan di Kota Ambon, karena adanya pemotongan anggaran.
”Yang lebih parah, pemerintah pusat mendesak pemerintah daerah, untuk mengangkat pegawai honorer menjadi PPPK. Namun, pemerintah pusat hanya memberikan gaji untuk bulan pertama dan kedua tahun 2025, selanjutnya menjadi beban pemerintah daerah,” kata Upulatu kesal.
Dia menyebut, jika pemotongan TKD terus berlanjut dan tidak ada solusi dari pemerintah pusat, maka pemerintah daerah mungkin terpaksa melakukan pinjaman.
Ini karena keterbatasan dalam menggali PAD, yang disebabkan oleh berbagai kondisi dan realita masyarakat. Untuk itu, pemerintah pusat diharapkan memberikan kesempatan kepada daerah, untuk berkreasi mencari sumber PAD.
Lebih lanjut dia menambahkan, Aparatur Sipil Negera (ASN) mungkin dapat beradaptasi dengan TPP yang terpotong 50 persen, melalui berbagai cara. Seperti, bekerja 3 hari atau menerapkan sistem Work From Home (WFH).
Pemerintah pusat perlu memahami dan mempertimbangkan hal ini dalam evaluasi. Pemerintah pusat harus membuka diri, dan memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai alasan, dan tujuan pemotongan TKD.
“DPRD memiliki keterbatasan, dalam mengatasi masalah ini sendiri. DPRD perlu mendatangi pemerintah pusat, untuk menanyakan maksud dan tujuan sebenarnya dari pemotongan TKD,” sebut Upulatu.
Pemerintah pusat, lanjut Upulatu, harus memahami kondisi dan realitas yang dihadapi oleh pemerintah daerah. Tujuannya adalah, agar kebijakan yang diambil dapat sesuai dan efektif dalam mengatasi masalah yang ada.
Jika ada arahan dari presiden untuk mengatasi masalah ini, pemerintah pusat harus segera merespons dan mengambil tindakan.
“Pemerintah pusat perlu melihat realita yang terjadi akibat efisiensi. Evaluasi harus segera dilakukan. Dalam masa evaluasi ini, intervensi dari pemerintah pusat sangat diperlukan. Ini harus dilakukan sebelum pembahasan APBD tahun 2026,” tandas Upulatu.




