KotaSorong,BeritaAktual.co – Aksi Demo damai Solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya merupakan aksi penolakan revisi RUU Penyiaran yang mulai digaungkan di seluruh daerah se Indonesia salah satunya di Papua Barat Daya.
Aksi tersebut digelar di depan Gedung DPRD Kota Sorong Jalan Iribaram ,Kota Sorong sejak pukul 11.00 WIT.Solidaritas ini terdiri dari para insan pers yang tergabung dalam Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) hingga perwakilan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Secara umum menyoroti pasal yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers. Massa juga terlihat membawa spanduk bertuliskan ‘RUU Penyiaran ancam kebebasan berekspresi, Sorong, Rabu (22/5/2024).
Koordinator Aksi Solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya Safwan Ashari mengatakan, draf RUU Penyiaran tersebut dinilai berpotensi membawa malapetaka dan mengancam kebebasan pers di Papua Barat Daya.
“RUU Penyiaran yang ada saat ini berpotensi merugikan masyarakat luas termasuk jurnalis, sehingga harus ditolak pengesahannya,” ujar Safwan.
Lanjut safwan menambahkan RUU Penyiaran tersebut justru akan menambah deretan masalah mulai dari tata kelola media penyiaran serta mengekang kebebasan pers.
Koordinator Advokasi AJI di Papua Barat dan PBD itu mengatakan, dalam sebuah negara yang demokratis, ketika legislatif dan kepala negara maupun kepala pemerintahan baru telah terpilih, maka pemerintahan yang eksisting tidak akan membuat keputusan baru dan strategis.
Sementara Maikel Djasman selaku perwakilan IJTI menuturkan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Tumpang tindih antara aturan dewan pers dan KPI. Harusnya kan sesuai UU No 40 itu, yang berhak itu dewan pers untuk menyeleksi apakah melanggar etik atau tidak. Justru hal ini menjadi boomerang jika undang -undang ini disahkan maka Jurnalis akan dengan leluasa diintimidasi, oleh oknum-oknum yang memiliki kepentingan ” ujar Maichel
Apalagi, RUU yang dibahas dalam masa transisi pemerintahan, yakni kurang dari enam bulan di ujung masa anggota DPR RI periode 2019-2024 dan tidak melibatkan banyak pihak termasuk pilar keempat demokrasi di Indonesia.
“Terus terang kami tolak RUU Penyiaran sebab di dalamnya seperti pasal 50 huruf b secara jelas melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi,” bebernya.
Apabila DPR RI tetap memaksakan diri melanjutkan pembahasan RUU dan mengesahkan menjadi UU, hal itu jelas tidak sesuai dengan etika hukum sebab tidak melibatkan publik termasuk pers.
“Kalau memang DPR dan pemerintah tetap bersikeras mengesahkan RUU menjadi UU Penyiaran tanpa prosedur yang jelas maka sudah barang tentu keputusan itu tidak sah,” tegasnya.
Tak hanya itu, Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Papua Barat Daya Fauzia menegaskan bahwa RUU Penyiaran harus ditolak karena hanya akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung. Apalagi untuk dialihkan ke KPI maka pers tidak miliki Nilai independen lagi.
Menyikapi hal ini , Ketua DPRD Kota Sorong Erwin Ayal berjanji aspirasi yang disampaikan oleh Solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya akan ditindaklanjuti secara berjenjang hingga ke pusat.
“Kita hadir untuk rakyat sesuai dengan amanat Undang-undang maka tentu akan kami bawa aspirasi ini ke DPR RI hingga ke pemerintah pusat,” ucap Erwin. (mrn/ons)