WAISAI, BeritaAktual.co – Mencegah korupsi Dana Desa (ADD) akibat kesalahan prosedur, organisasi dari Jerman Gesellschaft Für Internationale Zusammenarbeit, Corruption Prevention Of The Forestry Sector (GIZ-CPFS) menggelar pelatihan Anti Korupsi Dana Desa di kabupaten Raja Ampat, Waisai, Raja Ampat, Papua Barat, Selasa (29//3/2022).
Kegiatan yang berlangsung di Aula Wayag kantor Bupati Raja Ampat dan direncanakan berlangsung hingga 1 April 2022 mendatang itu melibatkan sejumlah kepala desa, Sekretaris desa, tokoh pemuda, tokoh perempuan serta sejumlah kepala Bamuskam.
Penasehat GIZ-CPFS, Metta Santi menerangkan, kegiatan ini digelar bertujuan meningkatkan kesadaran pemimpin muda dalam mencegah dan memberantas korupsi di desa agar memahami tata kelola dana desa yang berintegritas. Kegiatan yang ini juga merupakan bagian dari kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Jerman dalam program pencegahan korupsi. Yang mana pemerintah indonesia dan Jerman sepakat untuk melakukan program pencegahan korupsi dana desa, sektor kehutanan di Papua dan Papua Barat, serta melakukan penguatan pencegahan korupsi sektoral.
“Dalam kegiatan ini, kita membantu pencegahan korupsi di sektor desa, karena pemberantasan korupsi disetor desa masuk dalam Monitoring Corruption Prevention (MCP) indikator KPK. Dengan demikian, GIZ berupaya melakukan pelatihan bagi kepala desa beserta aparatnya untuk mengetahui tentang desa yang anti korupsi. Apalagi sejak bulan desember tahun 2021 KPK telah meluncurkan program desa anti korupsi.
Lanjut Metta menjelaskan, untuk meningkatkan pemahaman aparat kampung terkait kewenangan pengalokasian dana desa, perencanaan penganggarannya haruslah baik, serta pengadaan barang/jasa yang baik, dan pelaporan pertanggungjawaban yang baik pula akan terhindar dari korupsi.
“Jadi, harus bersama sama perlu melakukan kampanye sosialisasi bagi aparat kampung dan kepala kampung untuk mengetahui seperti apa desa anti korupsi seperti desa yang dinobatkan sebagai desa anti korupsi secara nasional yakni desa Panggungharjo di kabupaten Bantul, Jawa Tengah,” ujarnya.
Disinggung soal apakah dirinya mengetahui berbagai persoalan di desa di kabupaten Raja Ampat, ia mengaku bahwa pihaknya mengacu pada indikator MCP, sedangkan daerah tidak memiliki peraturan kepala daerah (perkada) tentang desa yang diatur.
“Misalnya remunerasi soal pengadaan barang/jasa. Itu ada delapan perkada, dan hampir di seluruh daerah tidak punya. Sementara Raja Ampat sendiri baru punya dua perkada. Nah, perkada ini yang harus dilengkapi pemda Raja Ampat,” pungkas dia. [dav]