SORONG, BeritaAktual.co – Yohanis Mambrasar,S.H meminta Kejaksaan Negeri Sorong segera membebaskan kliennya Abraham Fatemte (24), yang merupakan korban salah tangkap Kepolisian Sorong Selatan dalam upaya penegakan hukum peristiwa penyerangan pos koramil Kisor, Maybrat sepuluh bulan lalu, 03 September 2021 sehingga mengakibatkan meninggalnya 4 orang anggota TNI.
Kata Yohanis Mambrasar, Rabu kemarin 13 Juli 2022, Kepolisian Sorong Selatan (Solsel) melimpah kliennya kepada Kejaksaan Negeri Sorong. Sebelumnya, kepolisian telah menahannya selama 110 hari di Rutan Polres, Sorsel, di Teminabuan. Kejaksaan Negeri Sorong kemudian melanjutkan menahan Abraham Fatemte tahap pertama untuk durasi waktu 20 hari.
Kejaksaan Negeri Sorong juga menahannya dengan tuduhan telah melakukan kejahatan, yakni Pertama: melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan perencanaan pembunuhan, yang diatur dalam Pasal 340 jo 55 ayat (1) ke 1 KUHP, Subsider Pasal 338 Jo 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Kedua: menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang yang mengakibat maut Pasal 170 ayat (20) ke 3 KUHP. Ketiga: melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan perbuatan yang mengakibatkan kematian Pasal 353 ayat (3) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Yohanis Mambrasar menjelaskan, bahwa kliennya Abraham Fatemte adalah warga sipil biasa, bukan merupakan pelaku penyerangan Pos Koramil, Kisor, Maybrat, yang terjadi pada tanggal 02 September 2021 lalu, atau pun tidak terlibat dalam bentuk apapun seperti merencanakan kejahatan dimaksud atau turut membantu terlaksananya peristiwa penyerangan sebagaimana dituduhkan kepadanya. Karena pada saat penyerangan pos koramil terjadi, Abraham Fatemte tidak berada di lokasi peristiwa, ia juga tidak berada di Kisor, kabupaten Maybrat atau bahkan di Papua Barat. Justru saat itu ia sedang berada di Kota Tual, Provinsi Maluku Tenggara bersama istrinya, mendampingi istrinya bersalin (melahirkan), ia telah berada di sana sejak bulan April 2021, dan selama di kota Tual ia tidak pernah melakukan perjalanan keluar kota dan baru kembali ke kabupaten Sorong bulan Desember 2021.
“Artinya, klien kami telah pergi meninggalkan kampung Kisor dan Maybrat 6 bulan sebelum peristiwa itu terjadi, dan ia baru kembali ke kabupaten Sorong 3 bulan setelah peristiwa dimaksud terjadi,” tulis Yohanis Mambrasar dalam rilis yang diterima Kamis, 14 Juli 2021 pagi.
Justru, lanjut Yohanis Mambrasar bahwa pelaku penyerangan peristiwa dimaksud adalah Kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) wilayah Sorong dibawah pimpinan Arnold Kocu. Fakta ini telah dibenarkan oleh Arnold Kocu dan pasukannya, telah menyatakan bertanggung jawab atas peristiwa dimaksud, bahkan mereka telah menyatakan bahwa Abraham Fatemte dan warga sipil lainnya yang ditangkap oleh kepolisian Sorong Selatan tidak terlibat dalam bentuk apapun pada peristiwa dimaksud. Pernyataan Arnold Kocu ini telah disampaikan secara terbuka kepada publik pada tanggal 21 September 2021 melalui rekaman video yang dipublikasi di sosial media.
“Fakta ini menunjukan bahwa Abraham Fatemte bukanlah merupakan pelaku dalam peristiwa penyerangan pos koramil Kisor, Maybrat, ia merupakan korban salah tangkap Kepolisian dalam penegakan hukum,” ujarnya.
Terkait proses hukum terhadap Abraham Fatemte dari kepolisian hingga pelimpahan kepada kejaksaan, menurut Yohanis Mambrasar adalah proses hukum yang tidak sah. Proses hukum yang melakukan ini tidak sesuai prosedur hukum yang benar yaitu proses hukum ini dilakukan tidak berdasarkan dasar bukti yang sah, sebagaimana diatur dalam KUHAP Pasal 14 KUHP Jo Keputusan Mahkama Konstitusi No 21/PUU-XII/2012 tentang frase bukti permulaan yang cukup.
“Atas dasar fakta-fakta hukum peristiwa dan ketentuan hukum sebagaimana diuraikan diatas, jelas menunjukan bahwa Abraham Fatemte tidak bersalah, oleh sebabnya sudah sepatutnya Kejaksaan tidak menerima dan melanjutkan perkara ini. Sebaliknya tindakan melanjutkan proses hukum perkara ini merupakan tindakan bertentangan dengan hukum,” kata dia.
Jika Kejaksaan Negeri Sorong masih tetap menerima dan melanjutkan perkara ini, ini menunjukan Kejaksaan Negeri Sorong turut membangkang hukum. Ini juga menunjukan Kejaksaan sebagai alat kekuasaan Negara yang turut menciptakan ketidakadilan bagi rakyat Papua, itu artinya Kejaksaan Negeri Sorong turut sebagai alat penindas rakyat Papua.
“Oleh sebab itu, demi tegaknya keadilan hukum bagi Abraham Fatemte dan rakyat Papua secara umum, dan menjaga marwah peradilan, dan kredibilitas Kejaksaan maka kami mendesak 2 (dua) poin penting, yaitu, Kejaksaan Negeri Sorong segera menghentikan proses hukum perkara Abraham Fatemte dan membebaskannya kembali kepada keluarganya. Kejaksaan Negeri Sorong juga harus merehabilitasi nama baik Abraham Fatemte,” pungkasnya. [jas]