
AMBON, BeritaAktual.co – Program Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jumpa Rakyat (WAJAR) adalah, sarana untuk masyarakat bisa bertemu dengan kepala daerah, dalam rangka menyampaikan segala persoalan.
Namun sayangnya, program WAJAR salah dipergunakan oleh salah satu media online di Kota Ambon dan wartawannya, yang diduga untuk mengumbar kebohongan.
Seperti yang terjadi pada program WAJAR edisi Jumat (13/6/2025). Menurut wartawan media online tersebut, jika berita yang terpublikasi pada Rabu (11/6/2025) sudah sesuai dengan mekanisme jurnalistik, yakni cek and ricek
Tiba-tiba belakangan, media tersebut kemudian merilis berita yang menjelaskan, jika publikasi tanpa melakukan cek and ricek, lantaran berita tersebut bersifat urgent.
“Artinya, penyampaian di depan Wali Kota Ambon dan masyarakat, saat di program WAJAR itu adalah tidak benar.alias bohong, dengan tujuan untuk menyerang seseorang secara personal. Hal-hal seperti ini menurut saya harus dihindari,” Pemerhati Masalah Pelayanan Publik, M.A.P Santoso, saat dihubungi dari Ambon, Selasa (17/6/2025).
Menurutnya, persoalan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Kota Ambon merupakan bagian dari pelayanan publik pemerintah terhadap masyarakat, khususnya siswa yang akan menuju ke jenjang SMP.
Dia menegaskan, dalam mempublikasikan sebuah berita, wartawan harus mengacu pada kaidah-kaidah membangun relasi dengan siapa saja, bukan permusuhan yang membuat gaduh.
“Apa yang disampaikan dalam program WAJAR bisa dikatakan sebagai pembohongan publik, yang menjurus ke penyampaian kabar atau informasi bohong atau hoax,” tegas dia.
Santoso kemudian menyoroti terkait pengunaan foto pejabat dalam sebuah berita. Dia menilai, penggunaan foto pejabat dalam berita oleh wartawan dapat dilakukan, tetapi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan terkait hak cipta dan kekayaan intelektual.
“Soal hak cipta. Foto pejabat yang digunakan harus memiliki izin atau sumber yang jelas. Jika foto tersebut dimiliki oleh pihak lain, wartawan perlu mendapatkan izin dari pemilik hak cipta,” beber Santoso.
Kemudian soal kekayaan intelektual. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) mencatat peningkatan permohonan hak cipta, termasuk foto, yang menunjukkan pentingnya melindungi karya intelektual.
Dan yang terakhir lanjut Santoso, adalah soal pengunaan foto resmi. Jika foto pejabat diperoleh dari sumber resmi, seperti pemerintah atau lembaga publik, maka penggunaan foto tersebut mungkin dapat dilakukan dengan lebih leluasa, tetapi perlu memeriksa kebijakan penggunaan gambar resmi.
Ia menjelaskan, dalam menggunakan foto pejabat, wartawan harus memastikan bahwa penggunaan tersebut tidak melanggar hak cipta atau kekayaan intelektual.
“Beberapa cara untuk memastikan ini adalah, Selalu mencantumkan sumber foto untuk memberikan klarifikasi tentang kepemilikan hak cipta, Menggunakan foto yang berlisensi bebas atau yang telah diizinkan, untuk digunakan secara komersial atau non-komersial, dan jika ragu, maka harus menghubungi pemilik hak cipta, untuk meminta izin penggunaan foto,” pungkas Santoso.
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, menurut Santoso, maka wartawan dapat menggunakan foto pejabat dalam berita mereka, sambil menghormati hak cipta dan kekayaan intelektual.
Untuk itu, Santoso mendesak Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Maluku untuk segera memanggil wartawan bahkan medianya untuk klarifikasi. Kendati wartawan yang bersangkutan bukan anggota PWI.
“Kami minta PWI Maluku harus melakukan proses pemanggilan. Ini sangat penting, agar kejadian-kejadian seperti ini tidak lagi terjadi di kemudian hari,” tandas Santoso.