
Tim penyidik Cabang Kejaksaan Negeri SBT di Geser menahan Direktur RSUD Goran Riun, Lahmudin Kelilauw, Senin (23/6/2025).
AMBON, BeritaAktual.co – Diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan gedung unit transfusi darah, dan bank darah pada RSUD Goran Riun tahun anggaran 2021, tim penyidik Cabang Kejaksaan Negeri Seram Bagian Timur (SBT) di Geser menahan Direktur RSUD Goran Riun, Lahmudin Kelilauw. Sebelum ditahan, Lahmudin telah menjalani pemeriksaan oleh tim jaksa di kantor Kacabjari di Geser, Senin (23/6/2025), dan ditetapkan sebagai tersangka.
“Telah dilakukan pemeriksaan, sekaligus penahanan terhadap tersangka berinisial LK, yang adalah Direktur RSUD Goran Riun. LK ditahan, karena terkait dugaan tindak pidana korupsi pembangunan baru UTD dan BDRS RSUD Goran Riun tahun 2021,” kata Kepala Kacabjari Geser, Habibul Rakhman dalam keterangan tertulisnya, yang diterima media ini di Ambon, Selasa (24/6/2025).
Habibul mengaku, alasan penahanan terhadap tersangka oleh penyidik, untuk mencegah kemungkinan tersangka melarikan diri, merusak dan menghilangkan barang bukti dugaan korupsi atau mengulangi perbuatannya.
“Maka berdasarkan surat perintah Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Seram Bagian Timur di Geser dilakukan penahanan terhadap tersangka,” katanya.
Seusai menjalani pemeriksaan, dan mengenakan rompi berwarna merah muda, tersangka digiring menuju Rutan Kelas III Wahai, Kabupaten Maluku Tengah untuk menjalani penahanan.
“Penahanan tersangka dikawal anggota polisi menuju Rutan Wahai. Tersangka akan menjalani penahanan selama 20 hari, terhitung sejak tanggal 23 Juni 2025 sampai 12 Juli 2025,” sebut Habibul.
Habibul menjelaskan pada tahun anggaran 2021, RSUD Goran Riun menerima anggaran khusus dari APBN, yang diperuntukan untuk pembangunan satu paket pekerjaan UTD/BDRS di rumah sakit milik daerah tersebut.
Namun hingga masa kontrak berakhir, pekerjaan proyek tersebut tak kunjung selesai dibangun, dan tidak dilakukan addendum berkaitan dengan waktu maupun teknis pekerjaan.
“Sebagaimana disepakati oleh pengguna anggaran dan penyedia dalam dokumen kontrak. Akibat perbuatan tersebut, negara dirugikan sebesar Rp 313 juta,” beber dia.