JAKARTA, BeritaAktual.co – Sidang lanjutan uji materi UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua terus berlanjut. Sidang perkara Nomor 47/PUU-XIX/2021 itu makin menjadi lantaran pihak yang mengajukan uji materi, yaitu Majelis Rakyat Papua (MRP), dipandang tidak mempunyai legal standing oleh ahli dari Presiden dan DPR.
Ahli yang dihadirkan dari pihak Pemerintah mengatakan bahwa MRP tidak memiliki kewenangan atribusi kekuasaan yang diberikan secara langsung oleh konstitusi.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi I DPD RI, DR. Filep Wamafma, S., M. HUM memberikan pandangannya. Dikatakan Filep, Legal Standing adalah keadaan dimana seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan perselisihan ataupun uji materi di hadapan MK. Pasal 51 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK menegaskan bahwa yang dapat mengajukan permohonan judicial review adalah pihak yang merasa hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan akibat diberlakukannya suatu UU.
“Pihak-pihak itu adalah perorangan, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum publik atau privat, atau lembaga negara. Sekarang kita lihat, MRP di posisi mana?,” kata doktor lulusan Unhas tersebut di Jakarta. Kamis, 19 Mei 2022.
Dosen tetap STIH Manokwari ini menyebut bahwa pemahaman tentang kedudukan MRP, harus dilihat dalam kacamata kekhususan atau Otonomi Khusus (Otsus). Menurutnya, UU Otsus secara jelas menyebutkan bahwa MRP adalah representasi kultural Orang Asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak Orang Asli Papua.
“MRP ini dipilih dari keterwakilan adat, perempuan, dan agama. Negara mengakuinya sebagai representasi tersebut. Pengakuannya harus ditafsirkan secara ekstensif, yaitu mulai dari Pasal 18B UUD 1945, di mana Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur undang undang,” tandas doktor penulis buku perbandingan otsus Papua, Aceh dan Yogyakarta ini. [yes]