
Law Office Fredi Moses Ulemlem & Partners.
AMBON, BeritaAktual.co – Law Office Fredi Moses Ulemlem & Partners telah melayangkan surat kepada Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, guna meminta atensi dan ketegasan, terkait penanganan kasus dugaan korupsi Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum kabupaten setempat.
Kasus dugaan korupsi itu, diduga menyeret Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten MBD, Eduard J.S. Davidz, yang disebut juga turut terlibat dalam pengelolaan, dan pembagian proyek infrastruktur jalan di Pulau Wetar.
Ada sejumlah proyek infrastruktur jalan, seperti pembangunan jalan Erai-Nabar-Esulit senilai Rp 12 miliar, serta jalan Lurang-Uhak senilai Rp 16 miliar, yang realisasinya diduga tidak sesuai kontrak.
“Dana tersebut bersumber dari pinjaman PEN yang seharusnya digunakan untuk pemulihan ekonomi pasca Covid-19,” beber Law Office Fredi Moses Ulemlem & Partners, dalam keterangan tertulisnya, yang diterima media ini di Ambon, Rabu (21/5/2025).
Tim Ditreskrimsus Polda Maluku disebut telah melakukan peninjauan lapangan pada tahun 2024. Namun anehnya, hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai status hukum kasus itu.
“Dugaan mark up anggaran dan praktik korupsi semakin menguat, sementara belum ada kejelasan resmi terkait status penyelidikan maupun penetapan tersangka,” sebut dia.
Dalam surat resmi bernomor 011/SP/FMU-LAW OFFICE/V/2025, Fredi Moses Ulemlem menegaskan pentingnya transparansi, akuntabilitas, serta penegakan hukum yang adil dalam penanganan kasus ini.
Pihaknya, kata dia, mendorong agar Kapolri memerintahkan Direskrimsus Polda Maluku, untuk segera menetapkan tersangka berdasarkan temuan lapangan yang telah diperoleh.
“Langkah ini penting, guna memberikan kepastian hukum bagi masyarakat MBD, dan menegaskan bahwa hukum berlaku tanpa pandang bulu (equality before the law),” ujarnya.
Sebagai advokat, Fredi Moses Ulemlem menegaskan, bahwa peran serta masyarakat dan profesional hukum diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018, serta PP Nomor 43 Tahun 2015, termasuk hak untuk memberikan informasi dugaan tindak pidana korupsi, memperoleh pelayanan, dan perlindungan hukum.
Menurutnya, apabila penanganan perkara ini diabaikan atau ditutupi, hal ini bukan hanya menghambat pembangunan, tetapi juga dapat dianggap sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
“Dugaan adanya praktik “main mata” antara pejabat dan kontraktor, dalam proyek tersebut menjadi sorotan serius, dan harus diusut tuntas,” tandas dia.