KPK Kawal Evaluasi Izin Usaha Perkebunan Sawit di Papua Barat

Bagikan berita ini

 

MANOKWARI, BeritaAktual.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan delapan pemerintah daerah se Papua Barat beserta sejumlah instansi vertikal melakukan rapat pembahasan hasil evaluasi Izin Usaha Perkebunan (IUP) Kelapa Sawit di Papua Barat, bertempat di Kantor Gubernur Papua Barat, Selasa, 12 Juli 2022.

Evaluasi ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan koordinasi dan supervisi Sektor Perkebunan Kelapa Sawit di Papua Barat yang sudah dilakukan sejak Februari 2021. Tercatat dari total 24 IUP Kelapa Sawit yang dievaluasi, 16 diantaranya telah dicabut izinnya karena tidak memenuhi syarat legalitas dan melakukan pelanggaran operasional.

“Kami merekomendasikan agar perusahaan tersebut dicabut izinnya karena secara eksplisit menyatakan tidak akan melanjutkan proses perolehan izin. Disamping itu, ada juga IUP yang sama sekali belum melakukan pembukaan lahan dan penanaman sawit” ujar Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Papua Barat, Yakob S Fonataba.

Dalam paparannya, Yakob menyampaikan ke-16 perusahaan tersebut, yakni PT Internusa Kaya Sejahtera, PT Anugerah Sakti Internusa, PT Persada Utama Agromulia, PT Varia Mitra Andalan, PT Inti Kebun Lestari, PT Cipta Papua Plantation, PT Papua Lestari Abadi, PT Sorong Agro Sawitindo, PT Bintuni Sawit Makmur, PT Menara Wasior, PT Rimbun Sawit Papua, PT Anugerah Papua Investindo Utama, PT Mitra Sylva Lestari, PT HCW Papua Plantation, PT Permata Putera Mandiri, dan PT Pusaka Agro Makmur.

Pencabutan izin ini sejalan dengan arahan Presiden RI pada 6 Januari 2022 di mana izin izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, dan yang dialihkan ke pihak lain, serta yang tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan akan dicabut. Untuk Papua Barat, 17 IUP telah dicabut pemerintah pusat dan ini beririsan dengan 11 IUP yang telah dicabut izinnya oleh pemda Papua Barat pada 2021.

Terhadap pencabutan IUP tersebut, sebanyak 5 perusahaan melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atas pencabutan izin.

“Kita menghargai proses hukum yang berlaku. Namun disisi lain, kita wajib menegakkan aturan termasuk kepatuhan pelaku usaha. Apalagi jika IUP tersebut tidak memenuhi kewajibannya kepada negara, dan bahkan mengancam kelestarian hutan Papua, wajib kita tertibkan” ujar Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria.

Sekda Provinsi Papua Barat, Nataniel Mandacan meminta dukungan semua pihak termasuk jajarannya untuk menghadapi setiap gugatan hukum dalam upaya penegakan aturan.

“Setiap organisasi perangkat daerah, wajib membantu bupati atau pihak terkait untuk menghadapi gugatan hukum tersebut” ujar Mandacan.

Dalam rapat tersebut juga terungkap bahwa luas wilayah konsesi perkebunan kelapa sawit di Papua Barat, sekitar 686 ribu hektar. Dari luasan tersebut, hanya 67 ribu hektar yang sudah ditanami sawit.

Terkait kepatuhan perpajakan IUP Kelapa Sawit, Kepala Kanwil Pajak Wilayah Maluku dan Papua Hery Kuswanto, berjanji akan melakukan penagihan secara aktif kepada perusahaan tersebut.

“Kantor Pajak akan berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan penagihan pajak. Untuk itu perlu ada sinergi dan dukungan lintas instansi baik pusat maupun daerah. Kami akan melakukan rekonsiliasi data pajak dengan Dinas terkait” jelas Hery.

Selain ketidakpatuhan pembayaran pajak, peserta rapat juga menyoroti kontribusi sektor ini dalam membangun wilayah Papua Barat, sebab industri pengolahan minyak goreng belum ada di Papua Barat.

“Kami berharap ada upaya untuk mengakselerasi pembangunan pabrik pengolahan minyak goreng di Manokwari. Sebab kelangkaan minyak goreng justru terjadi di Manokwari yang merupakan produsen kelapa sawit” ungkap Bupati Manokwari Hermus Indou.

Hal yang sama juga menjadi harapan Pemda Sorong. “Dukungan Gubernur Papua Barat sangat kami harapkan untuk mendorong pembangunan industri berbasis kelapa sawit di Kabupaten Sorong” ujar Wakil Bupati Sorong Suka Harjono.

Terkait pembangunan sektor hilir kelapa sawit, Deputi CEO Bidang Legal dan Perundangan Yayasan Econusa Cindy Simangunsong yang selama ini mengadvokasi perbaikan tata kelola sawit di Papua Barat, melihat ini sebagai salah satu pilihan strategis yang bisa diambil pemda.

“Membangun industri minyak goreng, merupakan salah satu pilihan untuk mendongkrak kontribusi sektor ini bagi masyarakat. Apalagi jika melihat semangat UU Otsus, sektor sumber daya alam harus memberikan kontribusi langsung bagi masyarakat khususnya orang asli Papua (OAP),” harap Cindy.

Peran OAP dalam pengelolaan lahan eks IUP kelapa sawit juga perlu mendapatkan perhatian serius. Sebab berdasarkan informasi Dinas Tanamanan Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Papua Barat, luas lahan dari 16 IUP yang dicabut mencapai lebih dari 351 ribu hektar. Lahan ini tidak boleh dibiarkan terlantar, apalagi menjadi lahan yang disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Perlu dipikirkan langkah-langkah memanfaatkan lahan tersebut antara lain dengan melibatkan masyarakat hukum adat” ujar Kabid Perkebunan Dinas Tanamanan Pangan, Holrikultura dan Perkebunan Papua Barat Hery Wijayanto.

“Pelibatan tersebut, bisa dimulai dengan melakukan assessment sosial ekonomi pada kawasan eks IUP dan masyarakat adat yang hidup dan melakukan aktivitasnya selama ini di sekitar kawasan tersebut,” lanjut Hery.

Peserta rapat sepakat bahwa sinergitas lintas pihak yang melibatkan seluruh pemda, instansi terkait dan para pemangku kepentingan lainnya di Papua Barat merupakan kunci keberhasilan upaya penataan IUP kelapa sawit di Papua Barat. Karenanya, peserta sepakat akan meningkatkan kerja sama ke depan.

“Pemda tidak mungkin melakukan pembenahan sendiri. Harus ada dukungan lintas pihak, termasuk sinergi pemerintah provinsi, kabupaten dan instansi vertikal,” ujar Mandacan.

Sementara itu, bagi Pemkab Teluk Wondama rapat tersebut menjadi pijakan pengambilan keputusan pihaknya. “Hasil evaluasi ini menjadi dasar pemerintah kabupaten Teluk Wondama untuk tidak memperpanjang IUP,” tegas Bupati Teluk Wondama Hendrik S. Mambor.

Dian Patria kembali mengutarakan, KPK dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi, akan memastikan dan mengawal setiap pihak berada dalam tujuan yang sama selama proses penertiban ini.

“Karena sedari awal, penataan IUP kelapa sawit di Papua Barat dimaksudkan untuk perbaikan tata kelola dalam rangka mencegah korupsi, mencegah kerugian keuangan negara, serta menjaga kawasan hutan. Karena Papua Barat telah mendeklarasikan diri sebagai provinsi konservasi. Dan ini, butuh dukungan aktif semua pihak,” pungkas Dian. [*/jas]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.