RAJA AMPAT, BeritaAktual.co – Perkara tapal batas wilayah pulau Sain dan Piyai antara kabupaten Raja Ampat, provinsi Papua Barat dan kabupaten Halmahera, provinsi Maluku Utara yang sejak lama hingga kini belum ada penyelesaiannya. Atas perkara tersebut, pemerintah pusat melalui Badan Informasi Geospasial menggelar sosialisasi pemetaan batas desa/kelurahan di Korpak Resort, kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Kamis, 13/10/2022.
Dilaksanakannya sosialisasi tapal batas wilayah tersebut merupakan realisasi dari program Aspirasi Anggota Komisi VII DPR RI, Rico Sia untuk warga di daerah pemilihannya Raja Ampat.
Wakil Bupati kabupaten Raja Ampat, Orideko Iriano Burdam mengatakan, kabupaten Raja Ampat dikenal sebagai kabupaten Bahari yang memiliki lebih dari 20.000 pulau. Saking banyaknya pulau, perlu dan harus diketahui batas-batas wilayah dengan daerah lain sehingga tidak terjadi permasalahan karena belum jelasnya batas daerahnya.
Kata dia, permasalahan yang terjadi dimana kedua pulau tersebut (Sain dan Piyai) diklaim milik pemerintah provinsi Maluku Utara, padahal pulau Sain dan Piyai berada dalam gugusan kepulauan kabupaten Raja Ampat, meskipun masuk dalam pulau pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Maluku, Fakfak.
“Kedua pulau tersebut memiliki spot wisata yang indah, dapat diandalkan dan mau dikembangkan oleh pemerintah daerah kabupaten Raja Ampat. Tapi bagaimana kami pemerintah bisa mengembangkan kalau tapal batas saja belum jelas,” tuturnya.
Untuk itu, mewakili pemerintah daerah kabupaten Raja Ampat, ia berharap dengan digelarnya sosialisasi ini dapat menjadi perhatian untuk mengenali batas-batas desa sehingga tidak terjadi konflik ditengah masyarakat.
Anggota Komisi VII DPR RI, Rico Sia menyampaikan, hingga saat ini batas wilayah atau perebutan daerah pulau masih terjadi, termasuk di wilayah kepulauan kabupaten Raja Ampat dengan daerah Maluku. Dahulu kata Rico, berbagai perpindahan atau pergerakan masyarakat dari suatu daerah yang lain atau mobilitas penduduk dari Maluku ke Papua khususnya Raja Ampat sudah terjadi. Bahkan penduduk tersebut masih bertahan sampai sekarang.
Menurut Rico, solusi terkait perebutan batas wilayah adalah kedua daerah (Maluku-Raja Ampat) harus duduk bersama berembuk guna mencari cara terbaik atas permasalahan yang terjadi. Namun, jika setelah berembuk dan tidak menemukan jalan penyelesaiannya maka, ingat bahwa penduduk yang berada, yang menempati wilayah bersengketa adalah warga negara indonesia, artinya masyarakat yang menjadi korban.
“Jika mereka di sana klaim punya mereka, terus kita disini klaim punya kita, sama sama saling mengklaim, sehingga keduanya (pemerintah) berpikir ah tidak perlu cukurkan dana untuk pembangunan di sana, maka siapa yang jadi korban, penduduk di sana. Itu gunanya Geospasial, karena dengan adanya kepastian wilayah, pemerintah bisa melakukan kegiatan atau program dengan baik di wilayah tersebut,” kata Rico.
Rico menambahkan, terkait batas wilayah bersengketa adalah kewenangan atau urusan pemerintah daerah setempat bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), pihaknya DPR RI yang menerima aspirasi dari masyarakat tentunya akan membantu berkoordinasi dengan Kemendagri.
“Batas wilayah kedua daerah ini memang sudah lama dan sebagai upaya mengatasinya, saya sudah koordinasi dengan Geospasial dan mereka akan memfasilitasi, kebetulan geospasial berada di bawah Kemendagri, jadi ketika ada masalah seperti ini mereka dapat menentukan batas wilayah masuk Raja Ampat atau Maluku Utara. Ini semua demi Rakyat, sehingga mereka bisa beraktivitas tanpa ada permasalahan yang membebani ada penyelesaian agar tidak menjadi sengketa berkelanjutan,” tandas Rico.
Sesi penutup, Kepala Pusat Standardisasi Kelembagaan dan Informasi Geospasial, Badan Informasi Geospasial, Sumaryono menyampaikan, bahwa luasnya Indonesia menjadi kekayaan sekaligus ketahanan bangsa dan negara, sehingga batas-batas daerah/negara harus jelas agar batas daerah tidak hilang karena diakui sepihak.
Informasi Geospasial ini telah disuarakan sejak tahun 2011, hal ini dilatarbelakangi karena belum adanya kejelasan batas-batas daerah, sehingga pemerintah saat itu dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil langkah untuk menghadirkan 1 peta yang tertuang didalam Geospasial. “Setiap jengkal tanah di muka bumi harus ada koordinatnya. Terkait permasalahan batas wilayah pulau Sain dan Piyai nanti kita bicarakan tentunya sesama saudara indonesia,” pungkasnya.
Sosialisasi Pemetaan Batas Desa/Kelurahan oleh Badan Informasi Geospasial di Waisai diikuti oleh aparatur pemerintah, perwakilan masyarakat, mahasiswa dan dosen. [dwi]